INDOWORK, JAKARTA – Apa jadinya jika mantan Direktur Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode pertama (1991-1996) Hasan Zein Mahmud menulis tentang sejarah islam? Jauh dari tema yang biasa ia tulis seputar keuangan, investasi, pasar modal, dan ekonomi.
Hasan Zein Mahmud baru saja menerbitkan karya terbarunya berjudul Nukilan Tarikh. Karya tersebut merupakan internalisasi emosinya terhadap sejarah Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya. Cerita itu dikisahkan kembali dengan getaran cinta.
Naskah tersebut ditulisnya sejak 2014 di Yogyakarta. Hasan Zein menyempatkan diri di sela waktu luangnya sebagai dosen pengajar sebuah perguruan tinggi swasta. Ia membangun kegemaran membaca sejarah islam.
“Saya selalu pergi ke toko buku, di sana saya menemukan bacaan sejarah islam, kemudian membelinya,” katanya dalam bincang “Ngopi Sore” secara online, Minggu (21/09).
Acara itu dipandu oleh wartawan senior Lahyanto Nadie, yang merupakan editor buku itu.
DalamĀ proses membaca sejarah Islam tersebut, Hasan menceritakan dirinya tenggelam dalam peritiwa itu. Secara imajiner, ia membayangan diri mengalami langsung apa yang dialami oleh Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya.
“Sesuatu yang belum pernah saya alami ketika membaca buku ilmiah, atau ketika menulis tema-tema tentang ekonomi dan pasar modal yang sangat rasional sekali,” tambahnya.
Keterlibatan emosi Hasan Zein dalam membaca membuatnya bertekad untuk menulis kembali cerita tersebut ke dalam sebuah buku. Awalnya ia menulis penggalan tulisan pendek itu ke media sosial.
Namun begitu, ia menolak bila karyanya disebut sebagai sejarah Islam. Ia mengatakan bahwa dirinya bukanlah ahli sejarah, apalagi ahli agama.
“Saya tidak terlalu berani menyebut nya sebagai sejarah Islam, ini hanya hasil kristalisasi bacaan saja,” tambah lelaki kelahiran 20 Oktober 1951 ini.
Hasan Zein menyimpulkan bahwa kunci dari kejayaan islam pada masa Rasulullah adalah kemuliaan akhlak. Islam adalah akhlak. Sedangkan akhlak adalah kebaikan.
“Hal itu dicontohkan oleh keteladanan para pemimpin yang memiliki akhlak mulia, sehingga islam diterima sebagai agama yang rahmat,” tuturnya pada kesimpulan diskusi.
Dalam acara bedah buku itu, Hasan Zein membacakan beberapa penggalan cerita. Ia sangat terkagum dengan kisah seorang Khalifah, Amirul Mukminin Umar bin Khattab.
“Bila rakyatku dalam keadaan kenyang, biarlah saya adalah yang terakhir merasakan kenyang. Namun bila rakyatku lapar, biarlah saya menjadi orang pertama yang merasakan kelaparan itu,” ujar Umar, yang dikutip pada penggalan kisah pertama dalam buku Nukilan Tarikh.
Kisah lain yang ia bacakan adalah Zainab binti Muhamad. Ia adalah seorang wanita yang sabar, teguh, tegar, tak pernah menyerah dan tak kenal putus asa.
“Di usia yang masih amat belia, yang memeluk erat keyakinannya, tapi pada saat yang sama harus setia mengabdi dan memuliakan suami yang dicintainya, yang memiliki keyakinan berseberangan,” cerita Hasan Zein.
Selain dua kisah itu, ia juga tertarik pada kisah wanita yahudi buta yang setiap hari disuapi oleh Rasulullah SAW. Ketika Rasul meninggal, Abu Bakar Shiddiq yang menggantikan kebiasaan tersebut.
Namun wanita itu tau bahwa bukan orang yang biasa menyuapinya dengan kasih sayang, menuntun dengan sentuhan halus, menyuapi dengan lembut, dan menghaluskan makanan untuknya. Abu Bakar lalu mengatakan itu adalah Muhammad. Wanita itu gemetar dan menangis.
Hasan Zein mengatakan bahwa menulis adalah bagian dari hari-harinya. Tiada hari tanpa menulis. Kebiasaan yang sudah dimulainya sejak SMA. Saat muda, Hasan Zein sudah memiliki belasan buku harian tempat ia menumpahkan curahan hati dan sajak.
Sampai beranjak kuliah, ia mulai menulis fiksi cerpen dan populer lainnya seperti esai dan artikel tentang ekonomi.
“Pada 2017 saya sempat ingin berhenti menulis karena sudah jenuh, tapi ternyata menulis tidak bisa saya tinggalkan. Seperti sebuah insting, menulis apa saja,” Jelas Hasan.
Hasan Zein akan tetap menulis untuk menanam kebajikan. Itulah investasi yang diyakininya tidak akan pernah merugi.
Dua Truk Terguling di Ruas Tol Terbanggi Besar-Kayu Agung