Humaniora

Perguruan Tinggi Siap Menyongong Less Contact Economy



single-image
Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A., Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Seminar virtual (webinar) dalam rangka Konvensi Kampus XVI dan Temu Tahunan XXII Forum Rektor Indonesia 2020, Sabtu (4/7/2020) menampilkan para narasumber ahli dari berbagai disiplin ilmu, yang sebagian adalah menteri kabinet Indonesia Maju.

Prof. Dr. Muhadjir Effendy, S.Pd., M.A.P., Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan membahas mengenai ‘Visi SDM Unggul dalam Tatanan Kehidupan Baru’. Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P., Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan berbicara mengenai ‘Penguatan Karakter Bangsa untuk Indonesia Maju

Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P., Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

Sementara itu, Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A., Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyoroti perihal ‘Implementasi Kampus Merdeka – Merdeka Belajar untuk SDM Unggul’. Prof. Bambang P. Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D., Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, membahas soa; ‘ Inovasi Nasional untuk Indonesia Maju’. Dan, Prof. Dr. Arif Satria, SP, M.Si, Rektor IPB, Ketua FRI Terpilih 2020 membahs mengenai ‘Peningkatan Kualitas Inovasi Perguruan Tinggi untuk Indonesia Maju’.

MENYONGSONG REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Webinar yang dihadiri para Rektor dan pimpinan Perguruan Tinggi dari seluruh Indnesia itu mengusung tema “Optimalisasi Gerakan Merdeka Belajar untuk Menghadapi Revolusi Industri 4.0 demi Terwujudnya SDM Unggul dan Indonesia Maju”.

Meteri Muhajir Effendy mengatakan, sekarang kita berdiri di tepi revolusi industri 4.0 yang secara fundamental akan mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Dalam skala, cakupan, dan kerumitannya, transformasi tidak akan seperti apa pun yang dialami manusia sebelumnya.

“Kita belum tahu bagaimana hal itu akan terungkap, tetapi satu hal yang jelas: respons terhadapnya harus terintegrasi dan komprehensif, melibatkan semua pemangku kepentingan dari pemerintahan global, dari sektor publik dan swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil. Namun, satu hal yang perlu kita lakukan sekarang, adalah menyiapkan generasi muda menjadi manusia yang unggul dan mampu beradaptasi dengan tata kehidupan baru,” ujarnya.

Sementara itu, Menristek Bambang P. Soemantri Brodjonegoro menekankan pentingnya sumber daya manusia (SDM) unggul yang inovatif. Karena inovasi adalah kunci produktivitas dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di era kompetesi global.

Menkopulhukam,  Mahfud MD menyatakan, SDM unggul adalah SDM  yg berkarakter Pancasila yaitu berkeTuhanan, berperikemanusiaan, mememilhara persatuan dan keharmonisan hidup bersama dan suka bergotong royong, berdemokrasi, berkeadilan sosial dan anti korupsi.

“Dulu pada masa Orde Lama, korupsi itu ada, tapi kecil-kecilan saja. Penegakan hukum atas yang melakukan korupsi berjalan baik. Tapi, sejak Orde Baru sampai sekarang, korupsi dilakukan dengan nilai yang sangat besar, dan dilakukan secara kolektif pula. Dan, upaya penegakan hukum sering tak bisa efektif, karena atas nama ‘demokrasi’ ada yang menetangnya, menggerakan massa dan lain-lain untuk menekan,” kata Mahfud.

Oleh karena itu, dalam rangka membangun karakter bangsa, pendidikan harus dilakukan dengan tujuan sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, itu mencakup pendidikan untuk menjadikan anak-anak bangsa memiliki ketaqkwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi luhur. Jadi,  pendidikan tidak boleh dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual saja, tetapi mencukup seluruh kepribadian anak manusia.

Makanya, satu hal yang mendesak dibangun sekarang adalah kesadaran kolektif tentang nilai-nilai Pancasila, tentang demokrasi dan antikorupsi. Tanpa itu, kita akan berjalan di tempat.

“Yang berbahaya dari tidak adanya kesaddaran kolektif tentang karakter Pancasilais adalah munculnya kekuatan besar yang akan mengambilalih kekuasaan karena demokrasi dianggap tidak mampu membawa kesejahteraan. Itu yang kita lihat seperti kekusaan junto militer di beberapa negara Amerika Latin,” ujarnya.

Prof. Dr. Arif Satria, SP, M.Si, Rektor IPB, Ketua FRI Terpilih 2020

Rektor IPB Arif Satria, mengatakan Salah satu tantangan yang harus dihadapi di  dunia industri dan bisnis sekarang  adalah VUCA, ingkatan dari Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambigue (tidak jelas).

Arife menjelaskan, Volatility berarti sebuah perubahan dinamika yang sangat cepat dalam berbagai hal seperti sosial, ekonomi dan politik. Uncertainty bermakna sulitnya memprediksi isu dan peristiwa yang saat ini sedang terjadi. Complexity adalah adanya gangguan dan kekacauan yang mengelilingi setiap organisasi. Ambiguity didefinisikan sebagai beban berat realitas dan makna yang berbaur dari berbagai kondisi yang ada atau sbuah keadaan yang terasa mengambang dan kejelasan masih dipertanyaakan.

Banyak organisasi yang berjuang untuk tetap bertahan dan selaras dalam sifat VUCA tersebut karena hal tersebut berpengaruh secara signifikan pada sumber daya manusia. Kesiapan dalam menghadapi VUCA itu bukan hanya satuorang, tetapi juga seluruh tim di perusahaan.

Pendidikan dapat mengambil bagian untuk menghadapi kondisi VUCA  dengan menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi untuk beradaptasi dengan VUCA. Perguruan tinggi harus membekali peserta didinya dengan skills masa depan. New Normal Economy harus dimaknai sebagai awal dari ekonomi masa depan,  yang disebut Less Contact Economy.

Perguruan tinggi juga perlu mengadpsi konsep Techno-Sociopreneurship, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang mampu menbangung bisnis startup yang cocok dengan kebutuhan masyarakat konsumen masa depan.

Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A., Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

OPTIMALISASI GERAKAN MERDEKA BELAJAR

Pada kesempatan Webbinar yang dimoderatori oleh Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. Ketua Dewan Pertimbangan FRI 2019 / Rektor Universitas Hasanuddin itu, Mendikbud Nadiem Makarim menekankan pentingnya gerakan merdeka belajar.

Menurut Makarim, gerakan merdeka belajar adalah kunci utama agar dunia pendidikan, baik pendidikan dasar-menengah, maupun pendidikan tinggi, untuk menghasilkan generasi muda yang unggul.

Salah satu ciri dari konsep merdeka belajar dan kampus merdeka, adalah pemanfaatan teknologi informasi (digital) untuk membuat proses tatakelola, administrasi dan proses pembelajaran berjalan efektif dan berkualitas.

Sekarang ini, lanjut Makarim, Kementerian Mendikbud sedang merancangbangun kembali sistem tatakeloa dan administrasi yang efeketif dengan memanfaatkan teknologi informasi. Sehingga para pendidik ltidak terbebani lagi dengan urusan adminstrasi dan pelaporan yang rumit, dan lebih fokus pada kegiatan pembelajaran dan penelitian.

Hal lain yang perlu dilakukan dengan mendorong adanya ‘pernikahan’ atau hubungan kerjasama yang makin kuat antara dunia pendidikan dan dunia industri. Pertama, melalui program magang yang diperkuat, misalnya yang dulunya selama dua tau tiga bulan, menjadi satu semester bahkan satu tahun.

Kedua, dengan mendorong ‘pernikahan massal’ antara dunia pendidikan dan dunia industri, yang dilakukan secara sah dan mendalam, sampai keduanya melakukan kontrak  misalnya mengenai perekrutan lulusan. Berkenaan dengan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertekad untuk melakukan insetif atas perguruan tinggi yang berhasl menggalang kerjasa dan dukungan dari sektor swasta secara optimal.

Menurut Nadiem Makarim, visi kampus masa depan adalah, mencetak profil pelajar Pancasila, untuk menciptakan fenerasi muda dengan enam karakter sebagai berikut: pertama, beriman dan bertaqawa dan berakhla mulia dan berintegritas; Kedua, berkebhinekaan global, cinta keberagaman dan toleran; Ketiga, kemandirian, kemampuan untuk berinisaitif dan mencari tahu atau belakjar secara mandiri, tak perlu selalu didorong; Keempat, bergotong royong yaitukemampuan berkolabarasi secara tim dan berkomunikasi secara efektif;  Kelima, bernalar kritis atau kemapampuan memecahkan masalah, kemampuan menyerap informasi secara kritis; dan keenam adalah berkreatifitas yaitu kemampuan berinovasi, kemampuan untuk mengadakan dari yang ‘tak ada’ menjadi ‘ada’.

“Ini obyektif, profil manusia Indonesia yang akan kita cetak. Nah, sekarang kita balik, semua lemaga pendidikan atau kampus harus mempunyai  obyektif untuk menciptakan profil manusia seperti itu. Dan, saya berharap dalam lima tahun kedepan setiap kampus untuk merumuskan spesialisati macam apa yang akan mereka ciptakan untuk memberikan keungulan unik pada profil manusia Pancasila itu,” ungkapnya.

Menurut Makarim, konsep ‘merdeka belajar’ bertalian dengan konsep kampus masa depan yang memberikan  kebebasan kepada para dosen untuk melakukan semacam tahun sabatikal untuk menimba pengalaman baru dari perguruan tinggi lain dan dari dunia usaha. Juga, memberikan kesempatan yang masih luas kepada kampus untuk menghadirkan praktisi dari dunia usaha untuk berbagi pengalaman.

Kampus masa depan juga memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk belajar melalui diskusi dan kerja sama tim, proyek keja tim, dan mencari ilmu dari sumber-sumber lai, di perusahaan, di desa dan mengajar di sekolah dan lain-lain.

“Apabila kita mampu mengoptimalisasi konsep merdeka belajar seperti itu, maka kita akan bisa menghasilkan  profil lulusan, manusia Indonesia atau manusia Pancasila yang berkompeten, skillful, inovatif dan dapat beradaptasi dengan kemajuan dunia masa depan,” ujarnya.***

 

Berita Lainnya