Kata tol berasal dari toll (bahasa Inggris). Pada saat itu dalam perbendaharaan bahasa Indonesia hanya dikenal kata retribusi, pajak, dan cukai. Namun, karena pengertiannya tidak sama persis dengan toll, disepakati untuk menyebut tol sebagai istilah Indonesia sehingga kata tollway/tollroad di Indonesia menjadi jalan tol.
Istilah jalan dengan pembayaran mulai berkembang di Amerika Serikat (AS) dengan sebutan turnpike. Setiap orang yang mau melewati daerah di AS yang dimiliki seseorang dipungut bayaran. Palang-penghalang dibuka setelah orang yang akan melewati jalan tersebut membayar sejumlah uang. Palang yang menghalangi jalan tersebut dinamakan turnpike oleh orang-orang AS di akhir abad ke-19.
Pada 1925, pembuatan konstruksi tol pertama kali terjadi di Italia yang disebut jalan tol Millano-Laghi. Jalan tol tersebut membentang sepanjang kota Milan hingga ke perbatasan Switzerland. Panjang rentang jalan ini mencapai 506 kilometer. Pembangunan jalan tol selesai pada sekitar pertengahan tahun 1950-an. Setelah selesai membangun jalur Milano-Laghi, Italia menambah panjang jalan hingga ke Genoa dan Savona. Proyek ini menjadi proyek pertama jalan raya di dunia.
Di Indonesia, gagasan menerapkan sistem tol ini rupanya sejalan dengan langkah-langkah kebijaksanaan Bina Marga dalam upaya memenuhi kebutuhan akan prasarana jalan.
Mengingat kemampuan anggaran pemerintah yang masih terbatas Bina Marga mengambil langkah-langkah kebijakan guna mengatasi pengadaan prasarana jalan, dengan pendekatan pelaksanaan konstruksi bertahap, pelaksanaan konstruksi dengan investasi rendah, dan penerapan sistem jalan dengan pungutan langsung (tol).
Di samping pendekatan pertama dan kedua—yang merupakan kebijaksanaan umum dan telah dilakukan sebelumnya—pendekatan ketiga inilah yang ditawarkan agar mulai diterapkan. Pertimbanga adalah bahwa penerapan sistem jalan pungutan langsung (tol) ruas jalan baru tersebut diharapkan dapat lebih mempercepat pemenuhan kebutuhan akan prasarana jalan.
Gagasan di atas didasari pula oleh suatu konsep bahwa pembangunan, termasuk pemeliharaan jalan baru itu, dipikul para pemakai jalan dengan memungut sejumlah uang kepada kendaraan, yang melewatinya. Bila konsep itu terlaksana, itu berarti bahwa pemerintah dapat mengalihkan pengeluaran dana APBN, yang semula dialokasikan untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas di berbagai kota besar, kini bisa digunakan untuk membangun daerah yang belum tumbuh, tetapi secara ekonomis mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Pertimbangan lain akan pentingnya penerapan sistem tol ini adalah untuk memacu terwujudnya pemerataan pembangunan, baik pada wilayah maupun pada sektor yang akan dibangun. Stabilisasi harga dan distribusi barang lebih terjamin karena arus barang cukup lancar serta jangkauan pemasaran lebih jauh, sementara produsen akan mendapat kemudahan dalam pengangkutan bahan mentah dari daerah sumbernya ke daerah pengolahan.
(Bersambung…)
Dua Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Baru di Bantul dan Sleman, Tingkatkan Layanan Sanitasi